???

Malam itu dingin nian, hembusan angin dari lereng Rinjani merayap turun, menuju laut. Satu desa di jalur angin tersebut adalah Bayan, itulah kenapa desa ini di malam begitu dingin. Namun dingin yang menghembus tak menghalangi warga untuk berbondong-bondong menuju Balai Desa, malam itu ada perayaan meriah, perayaan yang diikuti warga dengan suka cita, ada pertunjukan Cupak Gerantang bagi warga desa.

Warga Bayan memang memiliki cara sendiri untuk mengisi waktu malam dan saya turut menikmati bagaimana warga mengisi malam dengan cara mereka. Pertunjukan Cupak Gerantang bagi warga Bayan bukan hanya sebagai hiburan, namun juga sarana pengingat dan perekat keakraban antar warga desa.

Bunyi gamelan Sasak mulai bertalu-talu, bunyinya menghentak dan mengundang warga untuk datang. Balai Desa semakin penuh penuh warga, semua larut dalam keriaan, semua ingin menyaksikan pertunjukan Cupak Gerantang.

DSC_0284
Suku Sasak – Bayan

Pertunjukan ini dibawakan oleh warga Bayan dan untuk warga Bayan. Cupak Gerantang memang tidak lepas dari masyarakat Bayan, mereka memiliki perkumpulan Jati Suara yang melestarikan Pertunjukan Cupak Gerantang di Bayan.

Dalam sistem kemasyarakatan Bayan, Cupak Gerantang sendiri bisa dikatakan adalah kesenian asli dari desa mereka. Para pemangku adat menjaga benar keberlangsungan kesenian ini dan dengan konsisten menjadikan kesenian ini sebagai bagian penting dalam upacara adat atau acara-acara desa.

Cupak Gerantang adalah pertunjukan sandiwara khas Suku Sasak, seperti layaknya Ketoprak dan Ludruk di Jawa. Namun itulah istimewanya budaya di Nusantara, pertunjukan ini bukan hanya soal akting di panggung, ada nilai lain yang lebih dari sekedar pertunjukan.

DSC_0322
Gamelan Sasak dan Gendang Beleq

Fragmen dalam pertunjukan Cupak Gerantang sebenarnya sudah sangat umum di Nusantara. Cerita tentang si baik dan si buruk berikut nasib yang menyertai dalam kehidupan mereka. Tentunya nilai-nilai seperti sangat universal dan umum. Sisipan nilai-nilai seperti ini acap ditemui dalam folklore yang ada di Nusantara.

Maka plot pertunjukan Cupak Gerantang memiliki tema dari fragmen besar tersebut, baik dan buruk, termasuk konflik-konflik di dalamnya. Itulah mengapa saya menganggap Pertunjukan Cupak Gerantang tak sekedar hiburan, fungsinya lebih jauh daripada itu, pertunjukan ini juga menjadi sarana pengingat yang sungguh filosofis.

Menurut cerita yang diturunkan turun temurun, cerita Cupak Gerantang ini juga berlangsung di Bayan, tepatnya di punggungan hutan ke arah Senaru. Kejadian yang konon terjadi berabad silam kemudian dilestarikan turun-temurun dalam bentuk dongeng dan divisualkan dalam bentuk sandiwara.

DSC_0305
Cupak – Gerantang

Bulan berdetak ke angka sembilan, angin bertiup makin dingin namun suasana Balai Desa Bayan justru semakin hangat. Warga Bayan yang sudah menyemut di Balai Desa sudah menanti-nanti mulainya pertunjukan. Seiring dihentaknya gendang beleq dan diikuti musik dari gamelan Sasak, maka pertunjukan Cupak Gerantang – pun dimulai.

Alur cerita dimulai dengan kemunculan Cupak dan Gerantang, dua kakak beradik yang sedang dalam perjalanan. Cupak si culas, mewakili sisi jahat, wajahnya dilambangkan dengan topeng merah, mata melotot, gigi taring dan rupa jelek tidak sempurna. Sementara Gerantang si bijak, mewakili sisi baik, berpakaian bak pangeran dan rapi jali, tidak bertopeng dan bermuka teduh.

Pada episode perjalanan inilah, Cupak selalu menghasut Gerantang, bersikap culas, curang bahkan sampai menjerumuskan Gerantang dalam celaka. Pada episode ini warga Bayan dihadapkan bahwasanya dalam hidup selalu ada orang-orang yang culas dan keji.

Cerita demi cerita disajikan dalam Bahasa Sasak campur Bahasa Indonesia, pemeran Cupak di balik topeng merahnya pintar benar berakting. Ia adalah bintang panggung, dengan suaranya yang kencang, pemeran Cupak seolah turut menghasut warga, sampai-sampai warga terbawa suasana.

DSC_0303
Cupak – Gerantang

Warga Bayan pun turut dalam emosi saat melihat Cupak mempermainkan Gerantang. Sebaliknya mereka bersimpati dengan Gerantang terkait perlakuan Cupak pada Gerantang. Emosi dan empati dicampuradukkan dalam satu rangkaian cerita, tidak kalah dengan film drama yang tayang di bioskop.

Dalam aliran cerita seringkali Cupak dan Gerantang beradu mulut, bahkan beradu fisik. Sebagai yang dizalimi tentunya Gerantang sesekali membalas, walaupun memang dalam ceritanya Gerantang lebih baik mengalah, menunjukkan sifat bijaknya.

Saya mengikuti alur cerita dengan serius sama halnya dengan warga Bayan lainnya. Namun cerita rakyat ini tak melulu serius, tak semata-mata mengaduk emosi dan empati. Ada sisipan humor dalam setiap kepingan adegan yang ditampilkan baik oleh Cupak maupun Gerantang.

Sisipan-sisipan humor tersebut mayoritas dibawakan oleh Gerantang. Bentuknya macam-macam, terkadang secara verbal, terkadang semacam komedi slapstick dengan guyonan fisik. Humor segar ini menjadi penghibur sekaligus penyegar cerita.

DSC_0316
Inaq dan Amaq Bangkol

Nah, ketika sedang larut dalam cerita, tiba-tiba tirai merah sederhana di panggung ditutup. Saya kira pertunjukan sudah usai, rupanya salah. Ditutupnya tirai adalah pertanda pergantian babak, dari yang serius ke babak yang akan mengocok perut.

Peran berganti dengan masuknya Inaq dan Amaq Bangkol. Inak dalam Bahasa Sasak adalah Bapak, sementara Amaq adalah ibu. Babak ini secara garis besar menceritakan pasangan petani yang sudah tua, tidak punya anak dan tertimpa kesialan terus menerus dalam hidupnya.

Babak ini yang paling mengundang tawa warga Bayan, penonton habis tergelak dikocok perutnya. Beberapa bahkan terlihat sampai menangis menahan tawa, untuk tidak ada yang sampai terkencing-kencing, bisa habis perkara.

DSC_0333
Inaq dan Amaq Bangkol

Setelah babak ini jadilah menuju klimaks. Tingkah laku curang Cupak akhirnya dimentahkan Gerantang. Di babak akhir kemudian diceritakan bahwasanya kebaikan dan kebijakan Gerantang akhirnya mampu mengikis keculasan Cupak, membuat Cupak menyesali perbuatan dan membuatnya sadar akan semua kesalahan dan kejahatannya.

Gerantang membawa pesan bahwa disakiti seperti apapun, kebaikan akan teguh dan pastilah menang. Tiada kejahatan yang menang, walaupun dia sudah bertahan selama apapun, kebaikan-lah yang pada akhirnya akan unggul dan kebijaksanaan-lah yang akan membentuk jalannya. Pada akhirnya, Gerantang memaafkan Cupak dan kakak-beradik ini kemudian kembali rukun.

DSC_0346
Cupak, Imaq dan Amaq Bangkol

Saya selalu terkesan dengan kisah-kisah seperti ini. Selama turun-temurun cerita dan kearifan lokal dirawat dalam bentuk sandiwara. Pesan-pesan dibungkus apik dan membuat warga belajar kebijaksanaan dengan larut pada pertunjukkan, bukan pada filsuf terkenal. Warga Bayan-lah yang membuka mata saya bahwasanya ada pesan tentang kebijaksanaan hidup tanpa kebajikan.

Berbicara soal pertunjukan Cupak Gerantang sendiri pada perkembangannya memiliki banyak versi, banyak cerita dan lakon yang berbeda-beda. Boleh dikatakan zaman membuat orang-orang Sasak di Lombok mengembangkan fragmen cerita yang sesuai dengan zaman, itulah satu ciri kearifan lokal, menyesuaikan dengan zaman tanpa menghancurkannya.

Tirai akhirnya menutup sempurna dan pertunjukan usia ketika bulan di langit membentuk angka sebelas. Warga kembali ke rumah masing-masing dengan wajah-wajah yang terhibur dan hati yang semakin bijak. Saya beruntung bisa menyaksikan Pertunjukan Cupak Gerantang di tempat asalnya dan turut menikmati bagaimana orang Sasak Bayan mengisi malam dengan bijak tanpa terjebak modernitas yang semakin banal.

Tabik.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

9 KOMENTAR

  1. Setuju Mas tentang kearifan lokalnya, kayaknya tiap daerah punya pertunjukan semacam ini ya, cuma ada beberapa yang mungkin udah punah. Semoga kepunyaan warga Bayan ini awet nggak tergilas arus zaman 🙂

  2. cerita cupak gerantang asal lombok ini memang unik yaa, daerah yang masih sering menggerlar acara sperti ini kebanyakan di daerah tepencil gitu ya contoh nya di desa bayan ini
    namun sering juga ada di kota saat ada festival atau acara budaya, lombok itu indah lombok itu kaya akan pantai dan pulau dan satu lagi adat mereka masih kental dan menjadi seni

    salam kenal 🙂

  3. kebudayaan lombok itu memang beraneka ragam walaupun terdiri hanya dari satu suku yaitu suku “sasak” tapi kebudayaannya tidak terbatas. cupak gerantang salah satu dari sekian banyak kearifan lokal yang masih bertahan, selain itu juga kebuyadaan lain seperti “prisaian, gendang beleq, festival bau nyale” masih bisa dinikmati di lombok. tidak hanya itu tempat parawisatanya juga sangat indah-indah. saya bangga menjadi orang lombok, salam kenal 🙂

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here