IMG_8399

Saya harus jujur berkata bahwa Tatar Sunda memang tak habis-habis dengan pesonanya, Tuhan sepertinya melukis Tatar Sunda dengan penuh seni. Kali ini pun saya dibuat kembali takjub oleh keindahan alam Tatar Sunda bagian utara, Subang. Di balik rimbun kebun-kebun teh terdapat air terjun yang indah dengan riuh gemericiknya yang gagah, air terjun itu dikenal dengan nama Curug Bentang.

Lokasinya memang belum banyak diketahui orang, agak tersembunyi. Adalah Dom, karib saya yang memberi tahu tentang keberadaan air terjun ini. Dengan semangat pula Dom menunjukkan tempatnya dan menjanjikan pada saya air terjun yang kata Dom adalah mutiara yang selama ini terpendam.

“Chan ini air terjun bener-bener indah, ga akan nyangka kalau ada di Subang.”

Demikian kata Dom, saat meyakinkan saya untuk turut bertualang menuju Curug Bentang.

Ciater pagi adalah tentang kabut yang merayap turun dengan pelan, kabut ini seiring hawa dingin yang menjadi selimut. Dom sudah bersiap sejak pagi buta, sementara saya dengan malas beranjak enggan.

“Dom, mending tidur deh, sumpah ini dingin banget.”

Dom hanya tergelak mendengar rengekan saya.

Dom tak ingin menghabiskan waktu, ia segera mengajak saya menyantap sarapan yang sudah disediakan oleh pihak penginapan. Matahari masih sembunyi di balik kabut, tampaknya menunggu hawa sedikit hangat barulah matahari tergerak menampakkan diri. Tampaknya ia khawatir karena kami berdua harus trekking dan Dom takut waktunya tidak akan cukup jika kami tak segera bergegas berangkat.

Dari Ciater mobil sewaan mengantarkan kami menuju Curug Bentang. Menembus beberapa bagian kebun teh yang menjadi penanda khas Ciater. Bentang kebun teh ini memang daya pikat Ciater sejak lama, perkebunan teh di Ciater sudah sejak era kolonial. Maka tak heran jika dari pinggiran jalan sampau sejauh mata memandang melulu kebun teh yang hijau.

Untuk menuju Curug Bentang kami harus menuju Sanca terlebih dahulu. Jalannya indah dan berkelak-kelok, semakin menuju curug daerahnya semakin sepi, dus medan jalannya pun beralih dari jalan rata menjadi jalan penuh gelombang. Suasana pedesaan di Subang makin tenang, rombongan makin menjauh dari titik wisata massal menuju keheningan.

“Sudah nyampe tempat parkir nih, setelah ini kita trekking sampai air terjun.”  Terang Dom.

IMG_8395

Saya kira sudah sampai kawasan air terjun, rupanya belum. Kami berdua tiba di kawasan Hutan Adat Banceuy, lokasi yang menjadi pintu masuk menuju Curug Bentang. Daerah ini memang merupakan daerah adat, masyarakat di sini dikenal dengan nama Masyarakat Adat Banceuy. Dikatakan masyarakat adat ini adalah masyarakat yang pertama kali mendiami kawasan Desa Sanca ini. Penanda khas masyarakat ini adalah mereka mengenakan kain ikat di kepalanya.

Dahulu kawasan yang menjadi penanda jalur menuju Curug Bentang ini pernah didirikan pondok-pondok sederhana untuk wisatawan. Namun entah kenapa sekarang semua pondokan tersebut sudah hilang, tinggal puing-puingnya saja. Hanya ada satu pondokan dan satu balai-balai yang masih utuh dan tegak berdiri.

Dari titik mula perjalanan saya harus merambat turun, air terjun yang dituju berada di sebuah ceruk. Jika dilihat dari kejauhan tampaknya lokasi air terjun berada di antara batas perbukitan. Itu berarti, saya harus menuruni punggungan bukit sampai habis untuk sampai ke air terjun.

IMG_8391

Jalan yang saya tuju turun melulu melalui hutann adat, sesekali bersua dengan sawah padi di tengah hutan. Suasana sejuk sekali sesekali terdengan cicit burung yang ramai, juga ditemani desau angin yang sesekali meniup dingin.

Sesekali saya berhenti untuk menikmati udara segar dan hembusan angin ini. Perlahan tapi pasti saya merayap menuruni punggungan bukit, Dom sudah jauh di depan sementara saya berjalan perlahan. Medannya sedikit curam dan tidak ada pengaman di sisi jalan setapak, saya tak mau ketika turun justru malah terperosok jatuh.

Sebelum berangkat Dom memang sudah memperingatkan bahwa turunan menuju Curug Bentang sedikit berbahaya. Ia menganjurkan saya membawa sepatu boot atau sendal gunung, sebelumnya Dom kepayahan saat menuju Curug Bentang, Ia hanya membawa sepatu sekadarnya yang licin dan selip saat dibawa sampai air terjun.

Beberapa waktu berjalan, lamat-lamat tampak air terjun dari kejauhan. Dom benar, air terjun indah nian.

IMG_8402

Jika dilihat dari kejauhan, Curug Bentang adalah rangkaian air terjun. Terbagi menjadi 2 air terjun yang berurutan. Air terjun pertama membentuk kolam kecil yang kemudian mengalir ke air terjun kedua yang lebih besar. Sejauh ini akses yang bisa diakses barulah air terjun yang kedua, kecuali mau repot menerabas hutan dan menembus bukit untuk naik ke air terjun pertama yang lokasinya lebih ke arah hulu.

Lambat laun suara dentuman air makin terdengar, pertanda kami berdua segera sampai. Semakin mendekat ke arah air terjun kontur jalanan juga makin berubah makin landai. Jalan tanah pun berganti dengan rentetan jalur bebatuan.

Jalur ini rupanya juga menjadi jalur utama penduduk Kampung Sanca jika ingin ke hutan. Beberapa kali saya berjumpa dengan penduduk kampung yang pulang dari berladang atau mencari kayu bakar. Berbeda dengan saya yang berjalan lambat, mereka berjalan dengan cepat dan begitu tangkas. Saya bagaikan siput dan penduduk lokal adalah cheetah di jalur air terjun ini. Telapak kaki mereka lebar, dan betis mereka ramping, tanda tubuh mereka sudah beradaptasi, setiap hari naik turun melalui jalur ini.

“Chan cepet, sebentar lagi sampai Chan!” Dom berteriak-teriak dan melambai-lambaikan tangan.

IMG_8407

Saya segera mempercepat langkah, beberapa kali nyaris tergelincir. Hawa sejuk semakin meniup=niup meminta saya segera mendekat ke air terjun. Di tengah terik panas mentari yang menyengat dan membuat badan banjir keringat, bayangan kesegaran air terjun memanggil kuat. Saya makin tak sabar ingin lekas sampai dan jika perlu langsung menceburkan diri.

Peluh dan langkah yang berat terbayar sudah begitu sampai di pinggiran air terjun.

Derasnya air membuat sekitar air terjun ini bak laguna biru, airnya jernih sekali. Kesegarannya langsung menandingi panas yang menggantang sepanjang perjalanan.

Nyatanya saya tak langsung menceburkan diri, kaki saya gemetaran karena tergempur lelah ketika menuruni punggungan bukit. Nafas saya pun sudah satu-satu kelelahan. Tapi semua terbayar dengan indahnya, birunya dan gagahnya deburan air Curug Bentang. Rasa lelah pun terbayar menikmati keindahan Curug Bentang.

IMG_8423

Syahdan Curug Bentang adalah curug yang dikeramatkan oleh Masyarakat Adat Banceuy. Itulah mengapa mereka menjaga dengan benar keberadaan air terjun ini. Barangkali ini juga sistem kearifan lokal dari masyarakat untuk menjaga keberadaan dan menjamin ketersediaan air. Air terjun ini barangkali juga adalah sumber penghidupan bagi masyarakat adat.

Hawa sejuk, air terjun yang bening dan lingkungan yang asri benar-benar membuat Curug Bentang adalah oase yang menyegarkan. Ciater ternyata tak melulu soal air panas alami dan bentang kebun teh. Jika mau bertualang dan berjalan lebih jauh, ada rona keindahan lainnya yang tergurat di alam Subang.

Dom benar satu hal, air terjun ini memang indah, Curug Bentang adalah mutiara yang terpendam. Tapi saya lupa satu hal dan itu yang saya tanyakan pada Dom.

“Dom, ini berarti pulangnya berarti kita harus mendaki dan balik ke puncak bukit lagi?”

Dom hanya kembali tergelak dan saya pasrah melihat lemak di perut dan betis yang sudah kelelahan.

Tabik.

Lokasi Curug Bentang : Desa Sanca, Kecamatan Ciater, Kabupaten SUbang

Petunjuk Arah Menuju Curug Bentang di Google Maps

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

20 KOMENTAR

  1. Inget kak, sesuatu yang diusahakan itu biasanya emang memuaskan. Sama kayak air terjun ini. Berkelok, mendaki, tapi puas toch liatnya? Btw, gak kepleset kan kak ke sininya? :))
    PS: Kalo ini sumber air panas aku napsu bangettt nih pasti. Nyahahaha..

    • hai vari.
      duh sayangnya saya kesulitan ketika hendak menandai di Google karena daerah sekitar belum terdeteksi di Google.
      mungkin link Google dari saya bisa dijadikan acuan.

      Oia, memang ada ya widget stalking? 😀

  2. omg….itu sepertinya sama susah untuk menuju curug malela yaa… tinggi bgt turun ke bawah ;p

    tp aku juga suka mas ama tempat2 air terjun bgini..plgi klo cantik dan sepi 🙂 walopun memang sih, medannya suka super berat -__-

    itu dari atas, mirip kolam gitu yaaa ^o^ cantik banget

    • Betul Mbak Fanny.
      Jalurnya memang sedikit “menantang”. 🙂
      Syahdu sekali Mbak jika di daerah seperti ini, menenangkan sekaligus menyenangkan.
      Memang mirip kolam mbak. Kalau diceburin seger banget!

  3. Eheeemmm… Jalan pulangnya, ya sama seperti waktu datang. Terkecuali ada jalan alternatif lain, chan efenerr….. Hheheeh

    Kl ejie ada disitu, bolehkah nyemplung, mandi2 lucu dan berenang-renang cantik??
    *siapin masker

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here