IMG_20121214_165137

Saya bukan orang muntilan, tapi separuh darah saya adalah Muntilan. Bapak saya berasal dari Jumbleng, Tamanagung, Muntilan. Jumbleng sendiri dikenal sebagai kampung penjahit, beberapa dekade yang lalu Jumbleng terkenal sebagai penghasil penjahit-penjahit ulung di Magelang, sementara ibu saya berasal dari daerah Mungkid, yang merupakan salah satu daerah lumbung padi di daerah Magelang.

Omong-omong soal Muntilan, saya menganggapnya pusat kuliner di Magelang, di Muntilan-lah kuliner2 enak di Magelang berpusat. Kakek sayalah yang menunjukkan makanan2 enak di Muntilan, semasa SD sering sekali saya dibonceng dengan sepeda kumbangnya menyusuri Muntilan, melalui jalur bekas rel kereta yang sekarang menjadi jalur lambat sepanjang Jalan Pemuda, Muntilan.

Salah satu pemberhentian kakek saat mengajak saya bersepeda di Muntilan adalah daerah Sayangan, di Muntilan daerah Sayangan memang sudah terkenal sebagai pusat kuliner kaki lima. Setiap sore sepanjang jalan berubah menjadi warung kaki lima dengan berbagai macam jenis jualan, dari bakmi, tongseng, sea food, pecelan, semua ada, komplit. Tinggal susuri saja Sayangan setiap sore dan pilih warung makan sesuai selera. Daerah Sayangan nama resminya adalah Jalan Veteran, namun namanya lebih terkenal sebagai Sayangan dibandingkan Jalan Veteran.

Nah, langganan kakek saya di Sayangan adalah martabak sayangan, lokasinya di perempatan sayangan, seberang Kelenteng Hok An Kiong, persis di depan tempat para makelar motor berkumpul. Kami berdua selalu membeli martabak, ย sebagian dimakan sambil bersepeda pulang, sisanya untuk keluarga kakek di rumah.

Di Muntilan ini ada 3 lokasi martabak paling legendaris, pertama ada di Bangjo Pasar Muntilan. Martabak Bangjo ini yang pertama ada di Muntilan. Yang kedua ada di Kawedanan, dan yang terakhir ada di Sayangan, yang menjadi langganan saya dan kakek. Uniknya ketiga penjual martabak paling legendaris di Muntilan itu sebenarnya bersaudara satu sama lain. Dan menurut kakek, dulu bapak penjual martabak sayangan dulu ikut penjual martabak bangjo pasar Muntilan, kemudian memutuskan berjualan martabak sendiri.

Penjual Martabak itu dipanggil Pak Mun, biasanya beliau mulai berjualan sekitar jam 4 sore. Dulu Pak Mun ini selalu berjualan bersama istrinya, romantis sekali. Pak Mun mendorong gerobak martabak, sementara istrinya mengikuti dari belakang, Pak Mun mengolah adonan martabak dengan cekatan, sementara istrinya yang menggoreng martabak. Mereka berdua berbagi tugas dan tampak romantis sekali.

Sejak jaman saya sering bersepeda dengan kakek ย hingga sekarang, berarti sudah hampir 20 tahun saya menjadi pelanggan martabak Sayangan. Hampir setiap kali saya pulang ke Magelang, pasti saya sempatkan ke Muntilan untuk membeli martabak Sayangan. Pak Mun pun sudah hafal dengan saya dan keluarga, pasti setiap saya datang beliau langsung menyapa dan sudah hafal pesanan saya seperti apa.

Apa yang membedakan martabak Sayangan dengan martabak lainnya di Muntilan? Sebenarnya perbedaannya tidak terlalu mencolok, karakter martabak daerah Muntilan memiliki potongan daging sapi yang lebih banyak dan cara menggoreng yang tidak sampai terlalu kering. Nah, yang sedikit membedakan Martabak Sayangan dengan martabak Muntilan lainnya adalah pada bumbu campuran isi martabak ada aroma pedas rempah yang menyeruak. Menambah aroma di lidah.

Namun ada keistimewaan lain yang membuat saya tidak mau berpindah ke warung martabak lain di Muntilan dan menjadi pelanggan setia Martabak Sayangan. Keistimewaan itu adalah senyum ramah Pak Mun kepada pembelinya, Pak Mun menerapkan consumer satisfactionย dan memperlakukan pembeli seperti saudaranya sendiri. Apabila pembeli datang, Pak Mun sudah menyambut dengan senyumnya yang lebar dan menyapa dengan hangat. Itu mungkin adalah kunci Pak Mun agar pembeli nyaman dan membuat pembeli tidak pindah ke lain hati.

Pak Mun tak jarang ngobrol dengan pembeli, dia menyiapkan bangku kecil untuk tempat tunggu bagi pembeli, karena memang pembeli terkadang menyemut menunggu martabak pesanannya selesai. Tak jarang pula Pak Mun bercanda dengan pembeli, atau jika kebetulan ada pembeli yang membawa anak kecil, Pak Mun tak segan menggoda anak kecil itu, kadang mengelus-elus kepalanya sambil bercanda. Saking hafalnya dengan saya, terkadang saat saya datang Pak Mun sampai bertanya, “kog sudah lama ga keliatan, kemana aja mas?” atau “kog sendirian, mana ibunya mas?”. Pak Mun memang terkenal sangat ramah dengan setiap pembelinya.

Sejak jaman kecil sampai sekarang, penampilan Pak Mun tak banyak berubah, selalu berpeci hitam dan gerobak Martabaknya pun tetap sama, tetap bercat biru. Senyum Pak Mun, kehangatannya kepada pembeli membuat martabak buatannya semakin nikmat disantap. Dan kemesraan Pak Mun bersama istrinya saat berjualan martabak adalah sebuah pertujukan cinta yang tak lekang oleh waktu, walau akhir-akhir ini istri Pak Mun sudah jarang menemani Pak Mun.

Makanan enak, bukan semata soal adonan, bumbu dan rasa. Makanan enak juga tentang bagaimana si pembuat makanan mengolah makanan dengan lembut dan memanusiakan pembelinya, memberikan kehangatan pada makanan sekaligus pada hati pembelinya. Jika ingin merasakan martabak yang tak sekedar enak, namun juga kehangatan pembuatnya, martabak yang dibuat dengan hati yang bahagia penjualnya, mampirlah di Martabak Sayangan, Muntilan dan temuilah Pak Mun.

Tabik.

Catatan :

Peta Lokasi Martabak Sayangan, yang diberi tanda kuning tersebut adalah tempat Pak Mun biasanya berjualan Martabak setiap sorenya. Peta oleh kawan saya sesama blogger Magelang, Hamid Anwar.

Peta Muntilan

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

22 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here