“motret bangunan kuna-kuna mas?” tanya seorang bapak-bapak di dekat Rutan Banyumas.

“injih pak..” jawab saya.

sapaan hangat dari bapak-bapak tadi menyambut pagi saya. saya berada di Banyumas akhir pekan kemarin dalam rangka undangan seorang kawan. berhubung acara belum dimulai, saya menyempatkan diri berjalan-jalan di sekitar alun-alun Banyumas. dan ternyata Banyumas adalah semacam museum bangunan-bangunan kuno, tersebar di penjuru kota dan terawat rapi.

bagi para historian, Kota Tua Banyumas adalah surga. betapa tidak, bangunan-bangunan kuno disini masih berfungsi hingga kini dan bernilai histori tinggi. selain itu, Banyumas adalah sebuah percontohan dimana sebuah kota yang ditinggalkan, tidak lantas kehilangan fungsinya. Kota Tua Banyumas adalah contoh dimana akulturasi kesahajaan arsitektur Jawa berpadu dengan keanggunan arsitektur Eropa.

pusat kota seperti kota-kota era Kolonial ada pada Alun-alun. Alun-alun Banyumas bersisian, timur dan barat. dengan bangunan-bangunan yang mengelilingi adalah tipikal alun-alun di Jawa. dengan masjid yang berhadap-hadapan dengan penjara. karakteristik khas Kolonial lainnya ada pola penataan kota yang kotak-kotak teratur dengan pagar-pagar batu bata yang tinggi diantara bangunan satu dengan yang lain sehingga setiap kompleks bangunan menjadi mirip benteng.

di Banyumas, pihak Kolonial juga membangun jalan yang lebar dan model irigasi yang baik, mengingat dulu Banyumas pernah tergulung banjir dan lokasinya yang dekat sekali dengan Serayu. Bangunan-bangunan penting juga dibuat berdekatan seperti Masjid, Penjara, Pendopo Bupati, Karesidenan, Kepatihan, Kantor Pos, Rumah Sakit dan sarana penting lainnya. sementara sedikit di luar kota, bisa ditemukan Pabrik Gula Kalibagor yang dulu jaya di era kolonial, sementara sekarang merana dan meninggalkan bangkai bangunannya saja.

kini sisa-sisa bangunan tersebut beralih fungsi, ada yang menjadi sekolah, ada yang menjadi kantor pemerintahan. efek alih fungsi tersebut positif, karena setidaknya bangunan-bangunan bernilai historis tinggi tersebut dipelihara dengan baik. kedekatan fungsi Banyumas sebagai kota dengan masyarakatnya masih bisa dirasakan hingga sekarang, terkadang jika kita bertanya jalan dengan nama sekarang, penduduk kota Banyumas kurang “ngeh”, namun jika kita bertanya dengan menyebut “Karesidenan”, “Kawedanan” dan penunjuk-penunjuk bangunan era lampau, maka penduduk akan langsung segera menunjukkan jalan.

namun kedigdayaan Kota Banyumas sebagai ibukota kabupaten tidak berlanjut. pada tahun 1937, Pemerintahan Kolonial memindahkan ibukota kabupaten ke Purwokerto, sekaligus melebur Kabupaten Ajibarang dan Banyumas menjadi satu kesatuan Kabupaten Banyumas. menurut bapak sepuh yang saya temui di Masjid Agung, Belanda waktu itu memindahkan ibukota Kabupaten ke Purwokerto dikarenakan perkembangan Kota Banyumas saat itu terhalang oleh Serayu, sehingga menyulitkan perkembangan kota.

catatan lain adalah tidak dibangunnya jalur utama kereta di Banyumas, melainkan di Purwokerto. sehingga indikasi Belanda memindahkan ibukota kabupaten semakin menguat. pada akhirnya Belanda memang benar-benar memindahkan pusat pemerintahan Banyumas ke Purwokerto, namun Banyumas kota yang ditinggalkan tidak lantas redup, justru pesonanya makin menguat dengan bangunan-bangunan tua penting yang masih kokoh hingga sekarang dan beberapa diantaranya saya telusuri berikut :

1. Masjid Agung Nur Sulaiman

Masjid Nur Sulaiman adalah bangunan pertama di Banyumas yang saya kunjungi.  Masjid ini dibangun pada tahun 1755 dengan arsiterktur Jawa yang tampak pada atap model tumpang bersusun,  berbentuk bujursangkar dengan serambi yang luas khas masjid yang dibangun pada era kerajaan Islam.

Menurut ta’mir masjid yang saya temui, pada 1926 Belanda memugar dan memperbagus bangunan masjid ini. dengan mengawinkan arsitektur Belanda dan Jawa, sehingga jadilah bentuk masjid yang seperti sekarang ini. dahulu masjid ini adalah Masjid Agung Kabupaten Banyumas, namun sejak kepindahan ibukota kabupaten ke Purwokerto, masjid ini kemudian berubah nama menjadi Masjid Nur Sulaiman.

bangunan yang sekarang ini adalah bangunan yang sama sejak tahun 1926, karena termasuk bangunan cagar budaya maka perbaikan-perbaikan yang dilakukan tidak merubah bentuk bangunan asli masjid ini.

serambi masjid

penujuk arah shaf shalat

sisi samping masjid, gabungan arsitektural Belanda – Jawa

tegel dari era kolonial

2. Tugu Nasional

Tugu Nasional atau orang Banyumas menyingkatka Tunas. adalah semacam tugu landmark yang dibangun di pusat kota. Terletak di tengah-tengah antara Alun-alun barat dan timur serta tepat di depan bangunan bekas Pendopo Kabupaten. Tugu ini dibangun pada tahun 1959 dalam rangka memperingati kemerdekaan Indonesia ke – 14 untuk menghargai jasa masyarakat Banyumas dalam kemerdekaan, pada peresmiannya, tugu ini diresmikan langsung oleh Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno.

3. Kantor Kabupaten

bangunan ini dulunya adalah pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas. sejarah Kabupaten Banyumas dimulai pada 1582 dan kemudian berlanjut hingga era kolonial. walaupun pada era kolonial, fungsi kabupaten dan bupati direduksi sesuai model politik devide et impera yang dilakukan oleh Belanda, sehingga Bupati seolah tidak bertaji dan hanya menjadi kaki tangan Belanda.

Pendopo Kabupaten ini dulunya bernama Pendopo Si Panji, namun sekarang hanyalah replikanya karena pendopo aslinya dipindahkan ke Purwokerto seiring pemindahan Kabupaten. di sekitar gedung Kabupaten ini juga terdapat Sumur Mas/Sendang Mas yang dikeramatkan, serta terdapat museum wayang Banyumas di halaman kompleks gedung kabupaten ini.

sekarang ini fungsi bangunannya tetap menjadi bangunan pusat pemerintahan, namun berubah menjadi bangunan kecamatan. menyusul beralihfungsinya Banyumas yang dulunya pusat Kabupaten menjadi hanya setingkat kecamatan saja.

4. Kantor Kawedanan

Dalam model pemerintahan Kolonial, terdapat model Kawedanan. Pemangku wilayahnya disebut Wedana, yang merupakan struktur di bawah Kabupaten, dan diatas Kecamatan. Seperti semacam kumpulan Kecamatan. Di Banyumas dahulu juga terdapat Kawedanan yang terletak tidak jauh dari Alun-alun.

Para tukang becaklah yang menunjukkan saya dimana lokasi Kawedanan yang sekarang berubah menjadi SMK 3 Banyumas/SMK Karawitan. Bentuk bangunannya masih sama seperti dahulu dan sekarang digunakan sebagai ruang guru. Sayang perawatannya tidak maksimal, sehingga mengesankan tidak terawat.

Kompleks kawedanan ini memiliki lahan yang luas dan dipergunakan siswa-siswa sebagai lapangan olahraga. terdapat bangunan sayap yang sekarang difungsikan sebagai kantin dan bangunan penjaga sekolah. serupa dengan bangunan intinya, bangunan tersebut juga tidak terawat dengan baik. padahal dahulu bangunan tersebut memegang peranan penting sebagai salah satu pusat pemerintahan di Banyumas.

5. Landraad/Karesidenan

Landraad/Karesidenan adalah pusat pemerintahan tertinggi yang ada di Banyumas saat itu. karesidenan terdiri dari beberapa afdeeling/kabupaten. model resident ini merupakan adaptasi dari model pemerintahan Belanda, fungsinya mengorganisasi langsung kabupaten-kabupaten di bawahnya.

Banyumas saat itu adalah Karesidenan yang membawahi Kabupaten Cilacap, Purbalingga, Banyumas sendiri dan Banjarnegara. dipimpin oleh seorang residen yang memerintah di bangunan karesiden yang mirip istana-istana di Eropa dengan pilar-pilar besar di bagian depan dan halaman yang luar biasa luas.

bekas bangunan Karesidenan sekarang berubah menjadi SMK 1/SMEA. tanyalah pada penduduk Banyumas tentang Karesidenan, maka akan langsung ditunjukkan jalannya. beda jika bertanya dimana SMEA, maka penduduk Banyumas akan bertanya SMEA mana. lokasi Karesidenan ini strategis bahkan hingga sekarang, terletak di lintas jalan besar penghubung Purwokerto – Banyumas dan menjadi daerah yang ramai. di samping Karesidenan sekarang terdapat RSUD Banyumas.

bagian depan Karesidenan yang dulu halaman luas sekarang sudah didirikan ruang kelas, dari depan sisa bangunan utama karesidenan/bangunan era kolonial sudah tidak kelihatan, kecuali cungkup atap aula. sangat disayangkan sebenarnya, karena mengurangi keelokan bangunan kolonial yang megah.

di bagian dalam persis di depan bangunan utama yang sekarang difungsikan sebagai kantor dan ruang guru, berdiri masjid yang posisinya tidak simetris, bahkan menurut saya mengambil porsi bangunan utama yang dulunya pasti megah. sisa-sisa yang menunjukkan bahwa bangunan tersebut adalah bekas bangunan karesidenan adalah bekas tulisan landraad pada atap bangunan. sayangnya tulisan landraad itupun berusaha dihilangkan, bukti bahwa bangsa Indonesia belum terlalu menghargai peninggalan sejarah.

perhatikan baik-baik bekas tulisan landraad.

tampak depan landraad/karesidenan.

6. Desa Sudagaran

Desa yang berlokasi di pusat kota Banyumas ini dulunya adalah kompleks orang kaya, sehingga dinamai sudagaran dari kata “sudagar”/”saudagar”. sampai sekarang jika kita berjalan-jalan ke lorong-lorong desa sudagaran, masih ditemui rumah-rumah kuno berukuran besar.

pun dengan lorong-lorong yang tertata rapi dan berbataskan tembok-tembok tinggi. juga dengan gapura-gapura di desa yang masih asli dari era kolonial.

salah satu yang terkenal dari sudagaran adalah batiknya, ada motif batik sudagaran, yang merupakan motif batik asli Banyumas. dan sekarang salah satu yang mempertahankan motif Sudagaran adalah pengusaha batik Slamet Hadipriyanto, sayang saat saya kesana rupanya tempat pembuatan batiknya sedang tutup, tidak beroperasi.

7. Kepatihan

Kompleks yang juga merupakan kompleks penting di Banyumas adalah Kepatihan. berlokasi di sebelah barat Alun-alun Banyumas, tidak terlalu jauh dari Masjid Agung. Bangunan Kepatihan ini sekarang dikelola oleh keluarga mantan patih dan difungsikan sebagai PAUD.

8. Rutan Banyumas

Berhadap-hadapan langsung dengan Masjid Agung Nur Sulaiman dan terletak di sebelah timur Alun-alun Banyumas terdapat Rumah Tahanan Banyumas. Dalam model alun-alun di Jawa pada masa lalu, setiap penjuru mata angin adalah pusat pemerintahan dan bangunan-bangunan penting. pun demikian di Alun-alun Banyumas, di Barat terdapat masjid Agung, di Timur terdapat Rutan dan di Utara terdapat bangunan pendopo Kabupaten.

namun untuk mendapat gambar bangunan – bangunan lama di Rutan Banyumas agak susah karena tertutup tembok rutan. Yang masih bisa saya foto adalah bangunan rumah dinas rutan dan beberapa sudut bangunan belanda yang masih bisa dilihat dari luar.

nah selain beberapa bangunan tua yang saya tuliskan diatas, masih ada beberapa kompleks bangunan bersejarah lainnya di Banyumas namun belum saya dokumentasikan dan ada yang belum saya kunjungi. Beberapa diantaranya adalah Kantor Pos Banyumas, kompleks makam bupati-bupati Banyumas di Dawuhan dan bekas Pabrik Gula Kalibagor.

bagi saya Banyumas adalah permodelan kota jaman Kolonial yang masih tersisa dan terawat rapi hingga sekarang ini. tata kotanya masih merupakan tata kota era Kolonial dan belum berubah hingga sekarang, belum terdistorsi dengan bangunan modern seperti kota-kota besar lainnya. sehingga untuk pembelajaran sejarah tata kota di era Kolonial Belanda, Banyumas nyaris sempurna.

sejarah merawat kota ini, masyarakatnya pun menyatu dengan peninggalan-peninggalan sejarah ini. sayangnya, tidak banyak yang menyadari bahwa di kota kecil ini, tersimpan sejarah panjang sebuah Kabupaten besar di Jawa Tengah.

Tabik.

nb : berikut beberapa foto – foto lain Kota Tua Banyumas. untuk foto lengkap bisa disimak disini.

lambang bunga yang banyak ditemui pada pagar-pagar bata di Sudagaran.

motif bunga yang lain yang ada di pagar-pagar

dulu bangunan ini adalah Rumah Sakit, kemudian sempat menjadi Bank.

model jendela bangunan Belanda, di kantor DPU Banyumas.

reruntuhan yang tersisa di kompleks Kawedanan

bangunan belanda yang sekarang menjadi SD, simak bentuk atap dan motif ventilasi

pada bagian atas, perhatikan juga model pintu dan jendela serta lantai tegelnya.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

25 KOMENTAR

  1. Pola penataan kota dengan Alun-alun sebagai center point seingatku di pelajaran Sejarah pas SMA itu peninggalan dari jaman Mataram Islam, lebih jauh lagi ya Wali Songo. Istilahnya sistem Macapat. Unsur-unsurnya adalah Kraton, Masjid, Pasar, Penjara dan lapangan alun-alun sebagai titik tengahnya.

    • betul jon..memang model mataram islam, kemudian diadopsi oleh belanda dengan meletakkan bangunan-bangunan residen..
      penggabungan model square di barat, sama alun-alun di jawa.

  2. Nambahin, kalo kata Marco Kusumawijaya kalo mau belajar tentang tata kota jaman Belanda yang paling tepat ke Semarang. Disitu masterpice-nya Thomas Karsten, salah satu peletak dasar arsitektur Indies. Mulai dari hunian elit di kawasan Candi sampe pasar-pasar (yang terkenal rancangan dia di Pasar Johar) dia yang bikin.

    • betul jon..
      kalo dari orisinalitas Kota Lama, Semarang juaranya.
      dia lebih bagus daripada Kota Tua Jakarta.
      terus peninggalan Thomas Karsten juga ada di Magelang, di Kwarasan..
      sekarang jadi bangunan cagar budaya, tapi ada beberapa yang dirubah seenaknya sama pejabat sana. 🙁

  3. Salut nih mas, kita yang dekat saja belum pernah meng capture sedemikian detail dari kota Banyumas. Dalam kurun 1 tahun sudah 6 bangunan kuna yang di miliki perseorangan raib rata dengan tanah atau berubah gedung baru yang bercokol modal dibelakangnya … salam lestari dari Banyumas

    • wah..
      terima kasih sekali sudah mampir.
      merasa tersanjung bahwa website heritage banjoemas.com membaca reportase asal-asalan saya. 🙂

      🙁
      duh, sangat disayangkan ya mas. seharusnya bangunan-bangunan tersebut sudah diklasifikasikan bangunan cagar budaya sehingga tidak bisa dirubah, apalagi dipindahtangankan begitu saja. 🙁

      salam dari Garut mas. maturnuwun. 🙂

  4. Review yang menarik mas, saya baru liat2 nih ternyata blognya asik n keren banget mas.. ajarin dong bikin postingan yang bermanfaat kyk gini.. Klw pakai video lebih mantep nih

    Boleh mampir juga ke blog saya mas.. butuh banyak kritikan..

  5. terimakasih telah meliput mBanyumas mas, tempat yang takkan mungkin aku lupa, SD Sudagaran 1, SMP N 1, SMA N 1 tempat dimana aku mencari ilmu untuk masa depan

  6. Baru tau tentang bangunan kota tua Banyumas, keren juga ternyata. Jadi pengen pulang kampung ngeliat secara langsung. Biasanya hanya lewat ngeliat bangunan tua disana.Kampung saya di Sokaraja deket dengan Pabrik Gula Kalibagor.
    Masih ingat jelas waktu masih SD, setiap jam 2 siang pasti ada suara dengungan “semacam bel yang berasal dari pabrik gula kalibagor”.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here