Lembah Bada, foto oleh : Sangaji

Berawal dari apa yang dituliskan mbak Dina disini dan obrolan bareng kakak sepupu saya, Fahri semalam, saya terdorong untuk membuat tulisan ini. Apa sih tujuanmu traveling? apa yang kamu cari? untuk apa traveling-mu?

Pertanyaan ini pendek, singkat namun setiap orang pasti punya argumen yang amat panjang untuk menjawab pertanyaan sependek itu. Yah, setiap orang punya alasan masing-masing untuk traveling, entah benar atau salah, entah itu benar-benar alasan atau hanya pembenaran, ya hanya si traveler yang tahu. Kita? sebatas tahu apa yang dia ucapkan, benar atau salah kita tidak tahu. Hanya bisa menilai apa yang dia ucapkan dari sudut pandang kita sendiri.

Terlepas dari itu semua, saya merasa sudah mendapatkan esensi dari perjalanan yang selama ini saya lakukan. Bukan destinasi yang saya tuju ternyata, tapi adalah bagaimana saya menikmati perjalanan dan mengambil pelajaran dari perjalanan yang saya lakukan.

Dulu saya memang ber-traveling untuk mencari kejayaan pribadi. Mencari tempat-tempat yang jarang dikunjungi, menceritakan kepada khalayak lalu saya berharap saya mendapat puja-puji atas itu semua. Tapi apa yang saya dapat? kehampaan, saya tidak lagi menikmati traveling seperti biasanya, tidak ada gairah dan kosong begitu saja.

Dulu setiap saya bertemu traveler lain maka pertanyaan yang muncul pertama kali adalah : sudah kemana saja?Β  Nah, saya baru sadar kalau ternyata pertanyaan itu dangkal sekali. Saya bertanya akan kuantitas, bukan kualitas. Sudah kemana saja akan berujung jumlah tempat yang dikunjungi, ya jumlah, sekali lagi jumlah. Ujung-ujungnya saya pun terpacu menambah jumlah tempat yang saya kunjungi. Tapi lama-lama hati saya berpikir, apa itu penting? apa itu akan membuat saya bangga?

Jawabannya tidak. Saya menjalani perenungan yang lama, tentang apa sih sebenarnya tujuan traveling yang saya lakukan? banyak sekali jika menengok ke belakang dan ternyata saya tidak fokus dengan tujuan traveling saya. ujung-ujungnya apa yang saya rasakan adalah penyesalan, menyesal karena uang saya habis lenyap begitu saya, hilang karena waktu yang tergadai untuk jalan-jalan dan mendadak setelah melakukan perenungan maka saya merasa setiap perjalanan yang selama ini saya lakukan tidak ada artinya. Semuanya hanya mengejar kebanggaan, puja-puji, kosong.

Saya lalu menyadari bahwa mereka yang yang sudah bertahun-tahun traveling pasti memiliki tujuan yang fokus. Mereka pasti sudah tidak akan lagi menanyakan “akan kemana saja?” , “sudah kemana saja?”, “sudah kesini belum? kesana belum?”, tapi yang ditanya adalah “bagaimana perjalananmu?”.

Pandangan saya lalu berubah setelah berkenalan dengan berbagai macam traveler. Apalah arti membangga-banggakan perjalanan yang sudah dilakukan, apalah gunanya menceritakan tempat-tempat yang sudah dikunjungi jika tujuannya hanya untuk puja-puji, apabila tujuan perjalanan sendiri tidak kita ketahui. Sebab di atas langit masih ada langit. Sesungguhnya masih ada orang-orang yang melebihi apa yang sudah kita lakukan, pasti dan selalu.

Saya sampai pada suatu titik kesimpulan. Bahwa mereka yang sudah traveling sekian lama, akan tidak merisaukan akan kemana, akan naik apa, berapa duit. Ya, mungkin mereka pasti akan memikirkannya, akan mencatat detail tapi tidak akan terlalu mengumbar hal-hal yang demikian. Perjalanan akan terlalu berharga jika dilewatkan hanya jika seorang traveler terlalu sibuk memikirkan hal seperti “mau kemana, naik apa, budget berapa?” bukankah yang lebih penting adalah bagaimana menikmati perjalanan dengan apapun, kemanapun dan dengan ongkos berapapun.

Sejak Air Asia menjual tiket murah, lalu berbondong-bondong orang Indonesia ber-ransel membeli tiket murah dan menclok ke negara-negara Asean, lalu kemudian dunia traveling menjadi hiruk pikuk dan kemudian muncul backpacker – backpacker baru yang ditahbiskan dengan khatamnya berkeliling Asean, dengan Air Asia semurah mungkin. Semenjak itu pulalah saya merasa dunia traveling sudah terlalu riuh, terjadi kekosongan, terjadi upaya sombong-sombongan. Terjadi pertanyaan “kamu beli tiket berapa duit? kamu kesana sekian hari berapa duit?”. Lalu pertanyaan itu menjadi mainstream dan menjadi pegangan, semurah-murahnya. padahal murah bukan ukuran baku. padahal murah diantara orang satu dengan yang lain itu berbeda ukuran.

Semenjak itu orang menjadi impulsif untuk jalan-jalan, semenjak itu pasar tercipta bagi orang-orang yang haus akan tiket murah lalu meransel dan jalan-jalan. Dan sayangnya, mereka melupakan apa tujuan mereka jalan-jalan. Apakah sekedar datang, foto-foto, upload di social media, lalu pulang dan menceritakan ke khalayak. Lalu apakah dengan itu semua tujuan perjalanan itu tercapai?

Lalu apakah arti ini semua?

Sesungguhnya akhir-akhir ini pun harus dua tiga kali berpikir sebelum melakukan perjalanan. Apakah perjalanan saya ini benar-benar ingin saya lakukan, atau hanya impulsif? apakah perjalanan ini akan memperkaya jiwa saya? apakah perjalanan ini membawa manfaat bagi saya? bagi daerah yang saya tuju? Sungguh saya bukan ingin sok idealis dengan prinsip perjalanan saya. Saya, hanya ingin saya punya tujuan saat berjalan-jalan. Tujuan yang tak sekedar destinasi, tak sekadar menghamburkan rupiah demi rupiah tapi tujuan yang memperkaya hati.

Bagaimana dengan anda?

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

38 KOMENTAR

  1. sama :D, awalanya sih tentang seberapa jauh? seberapa murah? seberapa orang belum pernah kesana hehe, sekarang sih cenderung, nilai tambah apa yang kamu dapatkan ketika traveling? karena traveling bukan sekedar hura hura, kecuali kalo liburan bareng keluarga, konteksnya beda sih hehe. nice artikel πŸ™‚

    • betul sekali mas…
      saya pun mengakui, awalnya dari itu..seberapa jauh seberapa murah.
      tapi memang lama-lama semua itu tak ada artinya mas bagi saya.

      anyway makasih sudah mampir. πŸ™‚

  2. Nicely written chan.. Makanya orang yang udah lama traveling, malah udah jadi males foto2.. pengen fokus aja sama perjalanannya.. Tapi aku belum sampe titik ini sih, masih demen foto2.. πŸ˜‰

  3. perjalanan itu benar2 personal ya mas, hehe. selama seseorang ga ganggu visi misi perjalanan saya, mau dia backpacker beyayakan kayak apa mah saya diemin aja. cuma kalo dia udah nyentil masalah ‘siapa lebih keren dengan pergi kemana dan seharga berapa’ wah bisa saya abisin tuh bocah. *pengalaman nyata*
    kalo soal motret, saya dapet ketenangan batin dengan memotret apa yang saya temui diperjalanan. krn saya bisa ‘berjalan2 lagi’ setiap melihat foto2 itu πŸ™‚

  4. Menurutku sebenarnya tujuan traveling itu tidak boleh dibatasi. Kalo tujuan jalan lu ternyata beda denga orang banyak, ga papa kan?

    Saya sendiri suka jalan-jalan karena masih penasaran sama berbagai destinasi. kalau ketemu pejalan lain, saya tetap akan menanyakan berapa duit, naik apa, dan nginep dimana? Kalaupun orang bersombong-sombong, kita jadi bisa dapet info ke destinasi dia dan mungkin terpacu untuk jalan kesana juga myihihihi… pengen ke Madura!

    • betul mbak…
      memang tidak boleh dibatasi karena akan selalu personal. πŸ™‚
      tapi metode seperti mumun bener juga, memancing orang untuk sombong supaya dapat info..heuheu..

      waaah..asyik tuh ke Madura…nonton Karapan Sapi! πŸ™‚

  5. Sering denger dari orang2 kantor yg dengan bangga bilang udah kesini, kesana, dan kemana-mana. Dari Asean hingga Europe, tp hasilnya apa? sama sekali tidak merubah karakter. πŸ™‚

    Dan mungkin perjalanan singkat ke pojok terminal bisa lebih memberi arti.

    Di Alqur’an, surah Yusuf 109, Allah menyuruh kita bepergian ke bumi-Nya. Untuk berpikir, dan menjadikan kita lebih baik, lebih bertaqwa. πŸ˜€

    Kira2 begitulah arti perjalanan menurutku. πŸ˜€

    • Di Alqur’an, surah Yusuf 109, Allah menyuruh kita bepergian ke bumi-Nya. Untuk berpikir, dan menjadikan kita lebih baik, lebih bertaqwa. πŸ˜€ < Nice πŸ™‚ *inget-inget*

    • “Di Alqur’an, surah Yusuf 109, Allah menyuruh kita bepergian ke bumi-Nya. Untuk berpikir, dan menjadikan kita lebih baik, lebih bertaqwa.” << catet baik – baik dan diresapi πŸ˜€

  6. Ahhh..Mas Chan..Lagi, lagi dapat pembelajaran dari tulisan mas chan..Heheh..

    Thx udah bikin catetan ini…Sebagai bahan renungan buat saya sebagai ‘yang suka jalan-jalan’ semoga gak cuma sekedar impulsif.. hehhe..

    Saya juga lagi nyoba belajar ngambil pelajaran dari tiap perjalan nih..kecil, gede, moga-moga bisa nambah ilmu dan ngisi jiwa πŸ˜€ #BahasanyaChoy !! Gak gampang , tapi pasti bisa lama-lama.. Insya Allah.. πŸ˜€

  7. Hahah..satu lagi..poto-poto pas lagi ‘jalan-jalan’ itu hukumnya “sunah muakkad” kali ya kalo buat saya (Buat saya doang) hahaha…secara saya menganut hukum narcistme agak akut..huahahahahha! Dan poto bagi saya udah kaya tape recorder yang bisa di setel berulang-ulang kalo lagi penat πŸ˜€ *emote dance*

  8. klo saya, yang penting saya menikmati, saya malas berpikir untuk apa,.. saya hanya menjalaninya, toh berpikir bagaimana kesana, berapa lama, tinggal dimana, berapa rupiah adalah sebuah kenikmatan buat saya, Travelling itu sama kayak makanan buat saya, klo lapar jalan kemana aja pasti enak, tapi klo lagi kenyang seenak apapun travelling itu gak akan nikmat.

  9. Artikel yang bagus.
    Travelling bagi saya bukan hanya menikmati tujuan akhir tapi menikmati proses dari sebuah perjalanan. Tidak mempermasalahkan jika semua tidak harus sesuai rencana. Saya mengibaratkan travelling seperti kehidupan yakni adanya proses belajar. Belajar mengenal diri sendiri, mengenai lingkungan (lokal), mengenal tempat tujuan dan yang pasti mendapatkan sebuah manfaat yang mampu membuka pikiran saya dan membaginya kepada org lain.

    salam.
    Mungkas

    • terima kasih mas pamungkas, sudah berkunjung ke blog saya.
      betul sekali..memang dalam traveling, tidak melulu tujuan akhir..
      namun bagaimana cara menikmati prosesnya.

      salam.

  10. Setuju mengenai bukan seberapa murah tapi seberapa besar pengalaman personal yang didapat. Kalau untuk saya sendiri, makin banyak melihat atau tahu tempat baru, makin membuat saya merasa “kecil”, karena tersadar begitu banyak tempat yang belum saya tahu…begitu luasnya dunia yang belum saya lihat dan saya mengerti. Begitu beraneka rupa budaya dan cara hidup masyarakat di luar sana yang berbeda dengan saya…secara personal membuat saya jadi lebih menghargai keanekaragaman. Nice writing Mas… πŸ™‚

    • terima kasih mbak sudah mampir di blog saya/
      betul sekali, justru semakin banyak traveling..maka akan semakin merasa kecil kita, membuka wawasan dan menghargai keberagaman.

      salam

  11. Salam kenal Mas EFENer, perenungan terdalam selama menikmati perjalanan ya. mungkinkah ini titik balik?

    Yang terlintas di otak kanan-ku. sudah melihat apa? bertemu dengan siapa? dan apa yang telah di petik selama perjalanan panjang melintasi planet bumi? coz esensi bukan UNTUK PAMER cendera mata, tapi melihat kembali ke NKRI dengan sudut pandang baru, MERDEKA!

    PERFECT POSTING

    • salam kenal mas kharis..
      semacam kontemplasi sekaligus teguran untuk saya sendiri sih..
      saya setuju dengan mas..adalah bagaimana menikmati dan mengambil manfaat dari traveling. πŸ™‚

  12. Keren. Skrg setiap trip saya ndak terlalu memikirkan tujuan destinasi tetapi lebih ke menikmati perjalanan dg berbaur dlm dinamika masy.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here