Manusia adalah makhluk tangguh yang diciptakan oleh Tuhan, dia bisa sekuat karang dan setangguh baja. Tuhan memang membentuk manusia sebagai makhluk yang tidak mudah menyerah. Dalam konsepsi agama yang saya anut, Tuhan memberikan ujian kepada manusia sebagai tanda naik pangkat, sebagai tanda dia masuk ke level berikutnya. Manusia diminta bersabar, namun tetap berjuang. Pangkalnya dalam ayat suci Tuhan meminta agar manusia berusaha dan berjuang jika ingin merubah nasibnya.

Begitupun dengan para pengungsi Merapi. Saya melihat mereka adalah sosok – sosok tangguh, tabah, ikhlas namun tetap berjuang untuk hari esok. Perlu diketahui tidak semua penduduk di lereng Merapi meninggalkan desanya, namun sebagian masih bertahan untuk menjaga keamanan desanya, mereka biasanya para lelaki.

Para lelaki yang di pengungsian pun seringkali pergi menengok kampungnya, berangkat pagi buta pulang malam. Mencari makan ternak, membersihkan rumah, mencek harta benda itulah yang mereka lakukan. Sementara para wanita tetap di pengungsian, menjaga para orang tua dan anak-anak.

Sebenarnya para pengungsi itu gelisah, gelisah karena di pengungsian tidak ada hal produktif yang bisa dilakukan. Para pengungsi ini seharinya adalah petani-petani tangguh di lereng Merapi. Yang setiap harinya berkawan akrab dengan hawa dingin dan alam yang keras. Mereka yang biasanya aktif, sekarang hanya terdiam dan termangu di pengungsian.

Hal-hal seperti itulah yang justru bisa membuat semangat para pengungsi luntur, pun ditambah dengan ketidakpastian kapan mereka bisa kembali ke kampungnya. Sungguh berat, namun jika melihat mata para pengungsi tersebut. Mereka punya bara semangat, mereka punya tekad untuk survive, sekarang yang bisa dilakukan adalah dengan menunggu dengan sampai suasana kembali tenang.

Terkadang para relawan yang mengerti kondisi psikologis yang dialami para pengungsi kemudian memberi hiburan, berupa dangdut atau organ tunggal. Ada yang memberi bantuan berupa bantuan psikologis, ada yang memberi edukasi kepada anak-anak dan ada yang memberi pelatihan kepada orang tuanya. Semua demi mengembalikan senyum para pengungsi yang sudah sekian lama mendiami pengungsian.

Para pengungsi ini memang orang-orang tangguh yang pernah saya temui. Sorot mata tajam pantang menyerah, raut muka yang menunjukkan keikhlasan dan perasaan positif menyimpan harapan yang besar ditunjukkan mereka. Nyala semangat mereka untuk bangkit. Tanpa keluh kesah, tabah.

Toh, para pengungsi bukan seseorang yang manja. Mereka tidak mau bergantung terus menerus dari bantuan, bahkan di beberapa shelter ada yang sampai menolak bantuan karena sudah menerima banyak bantuan. Para pengungsi hanya ingin kembali ke kampungnya dan membangun hidupnya kembali.

Bangkit, itulah yang dilakukan para pengungsi. Ketegaran menerima segala sesuatu adalah kunci utamanya, kemudian ditambah harapan yang masih ada maka para pengungsi kembali ke kampungnya masing-masing setelah Merapi mereda. Dalam perpisahan di shelter di desa kami, sempat ada rasa haru menyergap antara para pengungsi dan penduduk desa. Gambaran humanisme yang sangat menyentuh, dimana para pengungsi dan penduduk desa bagaikan saudara yang akan  terpisah.

Inilah fondasi yang menjadikan masyarakat Magelang mampu bertahan di tengah-tengah Merapi. Bahwa manusia akan selalu bangkit sesudah terkena musibah itu adalah modal utama. Selain itu model kekeluargaan di Magelang juga membuat sesama masyarakat bisa menghadapi bencana ini bersama-sama, saling menyokong sebagai saudara dan saling tolong menolong sebagai keluarga.

Setelah erupsi Merapi, maka masyarakat bangkit serempak. Para pengungsi kembali ke daerahnya di lereng-lereng Merapi. Membangun hidup baru, membersihkan rumah yang porak-poranda terkena abu, menghidupkan lagi kehidupan desa yang sempat dicekam sepi dan kembali ke sawah menanam tunas-tunas hijau perlambang kehidupan akan terus berlanjut.

Kondisi di Magelang pasca Merapi bisa dikatakan parah, banyak lahan persawahan yang hilang, bahkan sampai ada dusun yang hilang tersapu lahar dingin. Lahar dingin pasca erupsi ini memang berbahaya, menggerus banyak sekali persawahan, rumah dan apapun yang ada di jalurnya. Dan banjir lahar dingin intervalnya berlangsung lama, hingga berbulan-bulan pasca erupsi Merapi.

Tapi masyarakat Magelang tidak menyerah dengan hal ini. Masyarakat percaya selain memberi musibah, Merapi juga memberikan manfaat. Abu vulkanik Merapi menjadi unsur penambah kesuburan tanah, dan bagi masyarakat Magelang yang mayoritas petani, ini adalah berkah dari Merapi.

Dalam waktu singkat, kebangkitan masyarakat sudah terlihat. Tanaman-tanaman baru sudah mulai ditanam, bangunan-bangunan diperbaiki, tidak ingin lama menunggu bantuan, masyarakat mengusahakannya secara swadaya. Semua ini kerja kolektif masyarakat. Sehingga tak lama setelah bencana Merapi kondisi Magelang sudah kembali normal, aktifitas perekonomian kembali menggeliat. Dan,ya hidup harus terus berjalan.

Jika menyimak foto yang saya pasang di atas. Bisa terlihat semangat kegotongroyongan untuk bangkit. Foto itu adalah anak-anak di sekitar rumah saya yang sedang membersihkan jalanan dari debu vulkanik. Selama beberapa hari, Kepala Desa memang menganjurkan setiap penduduk tidak terkecuali untuk turun ke jalan dan membersihkan debu vulkanik. Sekali lagi, itu bukan perintah, hanya anjuran namun seluruh penduduk desa mematuhi anjuran Kepala Desa dan secara serentak selama beberapa hari dari pagi hingga siang para penduduk membersihkan jalanan desa.

Dalam beberapa hari, desa sudah bersih dari abu Merapi. Karena ratusan bahkan ribuan orang dari seluruh dusun di desa saya turun serentak ke jalan untuk membersihkan jalanan. Pria – Wanita, Kaya – Miskin, Tua – Muda semua bergotong royong. Sebuah sistem kerja warisan leluhur yang masih dijaga sampai sekarang. Sistem kerja bakti yang bukan semata slogan semata. Kerja bakti bukan paksaan, itu adalah dorongan dan membangun kebersamaan, menciptakan suasana persaudaraan, saling mengenal satu sama lain, salin bercengkerama satu sama lain.

Apakah para penduduk desa tidak mengurusi rumahnya sendiri? diurusi kog, tapi semuanya setelah kepentingan desa selesai dilaksanakan. Saat kerja bakti, biasanya mereka yang memiliki kepentingan pribadi akan membatalkan kepentingannya demi kepentingan bersama. Oleh sebab itu pasca Merapi yang pertama kali selesai dibenahi adalah infrastruktur di desa. Semua swadaya, kolektif.

Baru setelah itu penduduk mengurusi apa yang jadi miliknya. Sawah-sawah yang gagal panen dibersihkan dan ditanam kembali. Salah satu yang terparah adalah sawah keluarga kami, sebenarnya menjelang Merapi keluarga kami sedang menyambut musim panen, tetapi semua itu sirna karena erupsi. Keluarga bahkan sampai menderita kerugian yang besar.

Tidak ada yang mengeluh, semua sudah takdir. Para petani di desa kami bukan manusia yang baru sekali gagal panen, desa kami dibentuk oleh manusia-manusia keras kepala yang akan terus bertani walaupun berkali-kali gagal. Maka dalam kurun sebulan setelah erupsi, tunas-tunas baru di sawah sudah mulai muncul. bibit padi yang ditanam mulai besar dan kehidupan mulai berjalan normal.

Apa kunci kebangkitan ini? kebersamaan, persaudaraan. Semua dihadapi bersama, semua dikerjakan bersama, kolektif. Semua menanggung musibah yang sama, semua menderita bersama. Maka disaat bangkit, akan bangkit bersama. Yang kuat menopang yang lemah, yang lemah akan berusaha menjadi kuat dan tidak menjadi beban.

Sesungguhnya ada Tuhan mengajarkan banyak sekali dari erupsi Merapi 2010. Tuhan membuka mata bahwa terdapat sistem kolektif yang masih dijaga masyarakat dan dilestarikan. Tuhan mengajarkan bahkan persaudaraan lebih dari segalanya. Tuhan mengajarkan bahwa manusia tidak bisa bertinggi hati. Tuhan mengajarkan bahwa dalam peristiwa kali ini ada manusia-manusia pantang menyerah.

Dan Tuhan telah mengajarkan bagaimana manusia untuk bangkit.

*) tulisan terakhir dalam memperingati Erupsi Merapi 2010. Dalam hidup saya sudah 2 kali mengalami Erupsi Merapi. pertama saat masih SD dan kedua di tahun 2010, semuanya erupsi besar yang menggetarkan. Menolak Lupa.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here