Plengkung.

Kota Magelang, di mata saya sebagai seorang pelancong sebenarnya memiliki keunikan tersendiri. Kotanya tidak terlalu luas, memiliki spot yang menawan, tenang dan masih banyak pedestrian. Saya sendiri saking seringnya jalan-jalan ke daerah lain, sempat “melupakan” Magelang. Dalam artian saat membuka-buka notes dan catatan perjalanan, saya tidak menemukan tulisan saya sendiri tentang Magelang, padahal saya orang Magelang.
Sebenarnya apabila diseriusi, Magelang bisa menjadi kota wisata yang diminati wisatawan dengan minat khusus, terutama di bidang sejarah. Contohnya betapa banyak bangunan era Belanda yang tersebar di sudut-sudut kota. Dengan mengangkat hal itu maka Magelang bisa menjadi kota yang cukup membangkitkan romantisme masa lalu. Kalau masalah potensi, tidak kalah dengan Kota Tua Jakarta, Kota Lama Semarang atau jika mau membuat perbandingan dengan luar negeri, maka Penang bisa dijadikan patokan bagaimana mengelola potensi berupa bangunan era kolonial menjadi objek wisata yang menarik. Wisatawan minat khusus ini tidak main-main jumlahnya, banyak dari wisatawan dari luar negeri yang mengagumi keindahan arsitektur kolonial ini.
Lokasinya yang di tengah-tengah jalur Jogja – Semarang sebenarnya bisa menjadi jualan tersendiri. Bahkan di era Belanda pun kota ini menjadi tempat persinggahan. Jaman sekarang jika ingin dibuat serius, maka Kota Magelang bisa menjadi kota peristirahatan. Apa pasal? Jogja sudah begitu jenuh dengan tempat peristirahatan dan apabila insan pariwisata mampu melihat fenomena itu maka Kota Magelang bisa merebut potensi. Tak terlalu jauh dari Jogja, akses ke Borobudur juga dekat, selain itu Kota Magelang memiliki landscape view Sumbing yang megah untuk wisatawan.
Ramahlah kepada pelancong, mungkin itu kunci sebuah kota supaya dikenal khalayak. Saya akan memberikan contoh kota-kota yang ramai dikunjungi, seperti Jogja yang memiliki Sosrowijayan sebagai pusat pelancong. Jakarta dengan Jalan Jaksa, Bali dengan Poppies, Lombok dengan Gilli Trawangan.
Kota Magelang sendiri sepi pelancong, entah mungkin kurang memiliki magnet di mata pelancong. Tapi kunci untuk mempopulerkan sebuah tempat sekarang ada pada pelancong. Mereka membuat notes, membuat referensi, saling bertukar info satu sama lain. Dan saya melihat ada potensi untuk itu.
Selain lokasinya yang dekat dengan berbagai objek wisata, termasuk Borobudur yang sudah mendunia, harga – harga yang relatif murah dan kota yang tenang. Maka Magelang memiliki penduduk yang murah senyum yang sungguh disukai para pelancong. Cukuplah buat sentral pelancong yang berupa penginapan murah, hidupkan pusat turisme atau buatlah festival yang akan mengundang banyak turis/pelancong. Dengan itu maka selangkah lagi Magelang bisa menjadi kota turis dan membuat simpul-simpul ekonomi dari wisata akan berkembang.
Seperti yang saya bilang, potensinya besar. Ada getuk khas Magelang yang bisa dibuat wisata kuliner. Turis-turis itu pasti suka bila dibawa langsung ke tempat produksinya langsung, ikut melihat proses pembuatan atau mencicipinya. Lalu melihat ibu-ibu yang berjualan gethuk tradisional di pasar gedhe, sekaligus diajak blusukan ke pasar. Hal-hal bersifat tradisional seperti inilah yang akan menjadi daya tarik utama.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah wisata outdoor seperti rafting di hulu Progo. Selama ini belum terlalu diekspose padahal ini potensi besar untuk Kota Magelang. Atau dengan membuat jalur wisata trekking di Gunung Tidar, dipadukan dengan wisata sejarah. Outdoor activity ini sekarang sedang pesat-pesatnya, kalau mau Gunung Tidar itu bisa dieksplorasi untuk membuat one stop outdoor activity spot. Bisa dibuat trekking, outbond area, camping site. Dengan melibatkan warga lokal pastilah spot ini bisa menarik banyak pengunjung. Sekaligus menjadi tempat edukasi wisata.
Memiliki stadion baru juga bisa dijadikan daya tarik, apalagi jika disempurnakan dengan sport centre, dipercantik dengan taman dan ruang terbuka. Maka voila! Jadilah objek wisata olahraga yang akan menarik banyak pengunjung. Seperti di Gelora Sriwijaya, sekarang menjadi ikon baru Palembang dan mampu meramaikan daerah yang dulunya sepi. Maka Stadion itu bisa disulap menjadi pusat kegiatan olahraga sekaligus pariwisata.
Kota Magelang harus berani menjual hal-hal yang saya sebutkan di atas, alih-alih memberi izin untuk investasi dalam bentuk waralaba atau hotel bertingkat dan toko retail mewah. Karena investasi semacam itu memang memberikan keuntungan ekonomis untuk Kota, tapi tidak memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat, justru mematikan simpul-simpul ekonomi masyarakat.
Mengelola kota yang kecil harus dibedakan dengan kota besar. Masalah utama pastilah keterbatasan lahan, jika investasi dilakukan pada skala besar, pastilah akan membuat semakin sumpek Kota tersebut. Apa kunci kota kecil? Kota kecil memiliki karaktersistik berupa ketenangan dan kedamaian, tidak perlu membuka jalur investasi besar-besaran. Cukup dengan membangun simpul-simpul ekonomi kerakyatan dari sisi pariwisata dan otomatis ekonomi Kota Magelang akan semakin menggeliat seiring wisatawan yang datang ke Kota Magelang.
Harapan saya, untuk Kota kecil nan indah seperti Magelang, tidak perlu dilakukan investasi super massive yang justru akan mengganggu keseimbangan Kota Magelang. Sudah cukup kerkoff hilang diganti menjadi ruko Jalan Ikhlas. Kota Magelang yang ideal adalah kota yang tenang dan penuh senyuman, dengan tradisionalitas yang dijunjung tinggi tapi tetap berpikran modern. Dan hal seperti itulah yang dikangeni para wisatawan.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

4 KOMENTAR

  1. Magelang terlalu bangga sebagai kota persinggahan doang Jon. Padahal potensinya gak kalah. Boleh lah dijadikan Malang-nya Jawa Tengah. Toh secara topografi wilayah juga gak jauh beda. Mampir ke warung ku Jon

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here