sungguh sebagai orang Magelang saya sedikit kaget ketika diberi tahu ibu saya tentang Stumbu sekitar setahun lalu. ibu saya yang mengajar di Borobudur memberi tahu bahwa ada tempat untuk menikmati sunrise dan menjadi favorit para turis. sayangnya waktu itu saya tidak terlalu menghiraukan informasi tersebut dan lambat laun saya lupa akan tempat tersebut.

ibu sendiri tahu Stumbu dari murid-muridnya yang tinggal di desa sekitar Stumbu. murid-murid ibu itu sering menjadi guide bagi turis yang ingin menikmati sunrise. menurut murid-murid tersebut para turis yang ingin menikmati sunrise biasanya datang dati Amanjiwo, sebuah resort mewah di kaki Pegunungan Menoreh.

setahun berlalu sampai Oktober lalu ibu mengabari bahwa dia pergi menikmati sunrise di Stumbu bersama adik saya, rekan guru di sekolah dan beberapa voluntir dari Unesco. saya pun terhenyak dan kembali teringat tentang Stumbu yang sudah saya lupakan. bergegas saya mencari info tentang Stumbu, rupanya selama setahun saya melupakan Stumbu, tempat ini sudah menjadi sangat terkenal terutama di kalangan fotografer.

Stumbu adalah sebuah bukit kecil di rangkaian Pegunungan Menoreh yang membentang di sisi selatan Jawa Tengah. lokasinya ada di bukit sebelah belakang candi Borobudur. oleh penduduk sekitar tempat itu diberi nama Punthuk Stumbu, Punthuk artinya gundukan. tepat sekali penamaannya karena lokasi ini mirip dengan deskripsi sebuah Gundukan. disini apabila cuaca cerah pada saat sunrise kita bisa melihat panorama Borobudur diantara kabut serta di kejauhan bisa terlihat Gunung Merapi dan Merbabu.

akhirnya saya membuat rencana kesana, mencari waktu kosong untuk pulang ke rumah dan menyempatkan diri berburu matahari terbir. selain itu saya juga mengajak teman-teman yang berminat untuk ikut menikmati panorama di Stumbu dan terkumpullah sekitar 20 orang dalam 1 rombongan, ada yang dari Surabaya, Bandung, Bekasi, Tasikmalaya, Jakarta dan Jogja.

perburuan sunrise dimulai sekitar pukul 04.00 pagi, rombongan sudah komplit berkumpul di meeting point, lalu berangkat menuju Stumbu dengan adik saya yang menjadi guide. Dari Candi Borobudur lokasi Stumbu bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih 15 menit, arahnya menuju Desa Tegalarum yang berlokasi di Jalan Borobudur – Salaman.

dari Tegalarum sudah ada papan rambu yang dipasang sebagai panduan menuju Stumbu, atau jika tidak menemukan rambunya maka ikutilah papan nama Hotel Pelataran. jadi bagi pengunjung yang baru kesana pun dijamin tidak akan tersesat.

untuk menuju Stumbu motor harus diparkir di kaki bukit kemudian dilanjutkan dengan trekking kurang lebih 20 menit. Saya menyarankan untuk naik motor saja jika ingin kesana untuk mempermudah . sebenarnya bisa dengan mobil namun konsekuensinya harus parkir agak jauh dari Stumbu.

jalur trekking sudah cukup bagus, namun harus berhati-hati karena kurangnya penerangan di sepanjang jalur trekking. lebih baik jika membawa senter atau headlamp sendiri untuk memberi penerangan saat trekking naik bukit. tanjakannya tidak berat, tidak seperti trekking kalau mendaki gunung atau terabas hutan. sudah ada jalur yang dibuat dengan pegangan di sisi jalan serta di beberapa titik dibuat seperti tangga.

setelah trekking tersebut maka sampailah di Punthuk Stumbu dan menantikan detik-detik matahari terbit. di puncak Stumbu terdapat gardu pandang untuk menikmati sunrise, saya sebenarnya ingin berdiri disana tapi rupanya sudah ada fotografer yang ngetag tempat sebelum saya datang.

hawa optimis saya rasakan karena cuaca cerah, cocok untuk menunggu detik-detik matahari terbit. namun dugaan saya salah, matahari rupanya memilih sembunyi di balik awan dan kabut tebal menyelimuti seputaran Borobudur. saya pun hanya merutuk dalam hati, mungkin kesalahan saya adalah mengejar sunrise disaat musim penghujan. tapi sebenarnya pun bukan masalah, karena kata warga lokal sehari sebelumnya cuaca cerah dengan sunrise yang indah.

embun semakin membasahi Stumbu disusul dengan hujan gerimis yang lambat laun menjadi hujan besar. saya dan rombongan pun berteduh di bangunan semacam gardu yang terbuat dari kayu. berduapuluh berjejelan sembari meneduhkan diri, ransum pun dibuka dan dibagi. jadilah meneduh sekaligus sarapan.

rupanya kali ini saya harus termangu di Stumbu karena tidak bisa mendapatkan panorama sunrise. saya hanya bisa mendapatkan foto siluet Borobudur sekali saja saat kabut tersibak tidak lebih dari 1 menit. pertanda lain waktu saya harus ke Stumbu lagi.

saya dan rombongan pun berkemas lalu pulang. eh, rupanya sebelum beranjak pulang ada seseorang yang meminta donasi dari pengunjung. rasanya kurang ikhlas, tapi tak apalah. mungkin orang itu yang membersihkan Stumbu setiap harinya.

sedikit catatan dari saya, sebenarnya Stumbu memiliki potensi wisata yang besar apabila dikelola dengan baik. pemerintah daerah Kabupaten Magelang harus tanggap dengan memperbagus sarana dan prasarananya. saya yakin apabila dikelola dengan benar maka bisa seperti Penanjakan di Bromo.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

9 KOMENTAR

  1. Motret landscape emang sangat dipengaruhi oleh cuaca Chan! Faktor keberuntungan sangat berpengaruh ketika kita akan memotret LS. Pinginnya sih cuaca selalu mendukung klo pas motret LS, tapi Allah-lah yang berkehendak mengatur cuaca hehehehe…

    Kapan2 aku juga pingin mrono Chan! Yen kw pingin mrono maneh kabari aku yaaa =D

    Oiyo,, wong ning foto sing ning mburi tripod kuwi ndak Ndaru, Chan?

    • setuju banget mas aik..
      kebetulan pas itu cuaca sedang mendung bak gundah gulana.
      tapi justru besoknya malah cerah ceria..

      aku Maret moto neh ik. 🙂

      betul, itu ndaru nyoba lensa barunya.

  2. Pernah dengar nama Pak Parno? Beliau yang punya warung mie lezat ini http://borobudur.yogyes.com/id/see-and-do/traditional-culinary/bakmi-pak-parno/

    Nah, beliau adalah warga Desa mBudur. Seorang fotografer. Beliau yang pertama kali menemukan Thuk Stumbu sbg spot motret.

    Itu satu hal. Hal lain:

    Aku gak pengen kawasan seperti Thuk Stumbu dikelola pemerintah, meskipun pemdes. Pernah tau Plataran? Ini http://plataranborobudur.com/ dulunya adalah bukit yang dikelola warga untuk melihat sunrise seperti ini, tapi ‘mafia’ pemdes menjualnya pada investor yang kemudian memprivatisasi lokasi ini utk kepentingan bisnis kelompok tertentu, yang tak dapat dinikmati oleh warga desa. Cek ini http://indonesianheritage.web.id/reports/view/128

    Nah, tanah2 di mBudur yang berdiri di spot2 eksotis banyak yang sudah dijual. Salah satunya ini, yang menuju ke Stumbu http://id.berita.yahoo.com/foto/matahari-terbit-di-borobudur-slideshow/punthuk-setumbu-photo-1346059602.html

    Aku setuju diperbaiki oleh Pemda Magelang utk kepentingan wisata, tapi biarkan tetap dikelola warga, agar penghasilannya masuk ke kas desa dan kantong warga sebagai pewaris utama kawasan tersebut.

    Hehe, puanjuang :))

    Nice post, kk!

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here